Cahaya lampu di kamar Wulan terlihat temaram, wajah Najwa tak begitu jelas terlihat, yang Wulan tahu Najwa tampak terlihat tidur pulas. Air mata bening itu jatuh dari mata Wulan dengan sendirinya. Beginilah, setiap malam Wulan selalu menangis. Tak seorang pun yang tahu di setiap penghujung malam dia selalu menangis. Segala keresahan dan kesedihannya diadukan kepada Allah Yang Maha Mendengar. Setiap tengah malam, di setiap akhir shalatnya, dan disetiap dia ingat, dia selalu berdoa untuk anaknya Najwa.
Najwa, seorang anak yang cantik, matanya indah, bibirnya mungil. Wajahnya perpaduan antara ayah yang tampan dan ibunya yang cantik. Sayang, dia cacat, kakinya lumpuh.
Wulan sering tak habis pikir kenapa Najwa harus mempunyai ayah yang tidak bertanggung jawab. Hanya dua tahun rumah tangga Wulan bertahan. Dulu Bagas, suaminya, seorang pengangguran dan ringan tangan. Sifat Bagas yang pemalas dan pengangguran itu membuat Wulan harus kerja keras mencari nafkah untuk keluarga. Sedangkan tugas untuk mengawasi Najwa, Wulan percayakan pada Bagas. Ketika Najwa berumur 1 tahun, Najwa jatuh dari tangga, hal itu terjadi akibat kelalaian ayahnya yang kurang mengawasi Najwa. Mungkin karena sudah tidak tahan mengurus anak yang cacat dan tergoda oleh wanita lain, Bagas dengan seenaknya menceraikan Wulan. Rasa sakit hati Wulan pada Bagas itu masih tertanam di hatinya, suatu hal yang sulit untuk bisa memaafkan sesosok Bagas.
Sekarang Najwa sudah menginjak 7 tahun. Wulan tahu sudah saatnya Najwa untuk masuk SD. Namun, ada sedikit ketakutan di hatinya, bisakah dia yang hanya bekerja sebagai badut karakter mampu membiayai sekolah Najwa? Apalagi ada tetangganya yang mengatakan Najwa lebih pantas untuk sekolah di SLB. Mendengar hal itu hati Wulan sakit, Najwa seorang anak yang cerdas, hanya saja dia cacat. Bagi Wulan tak layak kalau Najwa harus disekolahkan di SLB.
Tapi dia tahu, Allah Maha Kaya dan tak pernah lupa untuk selalu memberi rizki pada hamba-hamba-Nya. Bagaimanapun, dia harus bisa menyekolahkan Najwa.
***
Suasana tempat pendaftaran SD Cahaya tampak ramai, Wulan baru saja selesai mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut. Tanpa sengaja Wulan berpapasan dengan seorang perempuan berjilbab biru muda. Tampaknya perempuan berjilbab itu seorang guru, usianya masih muda dan parasnya manis. Perempuan tersebut tersenyum ramah menyapa Wulan. Mereka pun kemudian bercakap-cakap. Dari percakapan tersebut, Wulan menjadi tahu bahwa perempuan itu bernama Indah, dan dia akan menjadi guru untuk anaknya.
Wulan tak bisa bercakap lama-lama dengan Indah, dia harus segera bekerja. Memakai kostum badut karakter Mickey Mouse dan menghibur anak-anak adalah pekerjaannya. Mencari kerja di ibu kota memanglah tidak mudah. Apalagi dia hanya lulusan SMA.
***
“Najwa, jangan sedih, ayo main aja sama ibu!” ujar Indah sambil mengelus kepala Najwa. Rupanya Indah merasa iba melihat Najwa yang terlihat sendirian di depan kelas, sedang teman-temannya yang lain asyik bermain di lapangan.
“Najwa gak sedih kok, bu. Najwa udah biasa kayak gini. Teman-teman di dekat rumah Najwa juga gak mau main sama Najwa. Katanya gak seru main sama orang cacat. Teman Najwa cuma Mama dan Nenek. Ibu mau gak jadi teman Najwa?”
“Tentu sayang. Ibu senang temenan sama Najwa. Nanti teman-teman kelas kamu pasti mau temenan sama kamu, karena kamu orangnya baik.” seru Indah.
Najwa tersenyum mendengar penuturan Indah.
***
“Naj, ayo masuk ke rumah!” seru Bu Hartini.
“Kenapa, nek?” Najwa bertanya heran.
“Sebentar lagi Maghrib.” Ujarnya sambil mendorong kursi roda Najwa.
Perempuan berumur 60 tahunan itu segera menutup pintu rumah. Kemudian dia mengintip sesuatu dari balik tirai jendela.
“Aku Yakin itu Bagas. Hmm.. Ngapain juga dia terus mengamati rumah ini? Mana Wulan belum pulang lagi!”
Ada sedikit rasa trauma pada perempuan tua itu. Dulu, Bagas pernah tiba-tiba datang ke rumah. Lelaki itu langsung marah-marah dan meminta uang pada Wulan. Padahal Wulan bukan lagi istrinya. Bagas dan Wulan sempat bertengkar hebat. Najwa yang pernah melihat kejadian itu menjadi takut pada ayahnya sendiri.
“Ya Rabb, lindungilah kami..” lirih perempuan tua itu.
Bersambung… ^_^