RSS

CERPEN: SENJA DI MATA BAYU I

26 Jan

Amarah Bayu benar-benar memuncak. Dia baru saja bertengkar dengan ayahnya. Setengah berlari Bayu menjauh dari rumah. Tangannya memegang erat gitar kesayangannya. Sebenarnya Bayu tak tahu kemana ia harus pergi, yang dia inginkan hanyalah menjauh dari rumahnya itu.
Dengan seenaknya Bayu memasuki salah satu bis. Beberapa jam dia terduduk di bis itu. Di benaknya terbayang pertengkaran yang telah terjadi dengan ayahnya. Gara-gara dia keasyikan main dan latihan band, ayahnya marah besar. Dan Bayu tidak menerima semua itu.
Bis pun berhenti. Bayu turun. Bayu benar-benar merasa asing di kota ini, kota Sukabumi. Dia melihat dompetnya, berjumlah Rp. 100.000,00.

***

Hari demi hari berlalu, Bayu masih bertahan di Sukabumi. Dia benar-benar seperti orang jalanan. Tidur di depan toko hanya dengan beralaskan kardus dan lama-lama Bayu mulai kenal dengan anak-anak jalanan di sekitar tempat itu.
Bayu melihat dompetnya, kosong tidak ada apa-apa. Padahal dia ingin pulang. Dia merindukan ibunya. Tapi, dia tidak ingin bertemu ayahnya.
“Kenapa, kak?” seorang anak kecil berbaju dekil bertanya keheranan melihat wajah Bayu yang terlihat murung.
“Kakak gak punya uang, Ehsan!”
“Sudahlah kak, kita ngamen aja yuk. Tuh, gitar kakak masa gak dimanfaatin sih?”
Itulah awal mula Bayu menjadi pengamen. Seharusnya dia ada di sekolah. Tapi dia lebih memilih untuk hidup keras di jalanan, mengamen dari bis ke bis dan tidur di tempat kumuh. Ehsan, Rahmat dan Dodi sangat setia menemani Bayu. Ketiga anak kecil itu sepertinya membutuhkan figur seorang kakak sekaligus orang tua, dan Bayu lah sepertinya yang pantas. Ketiga anak kecil itu pun termasuk anak-anak yang baik dibandingkan dengan anak jalanan lain yang berwatak keras, bandel membangkang dan suka mencuri.
Menjadi pengamen menjadi pekerjaannya sehari-hari. Suaranya yang merdu, membuat setiap penumpang merasa terhibur dan tidak segan memberikan uang, meskipun sebatas uang receh. Bayu memang termasuk anak band di SMA nya, dia menjadi vokalis dan tentunya untuk menjadi seorang pengamen itu bukanlah hal yang sulit.
Disaat kelelahan setelah mengamen, Bayu dan teman-teman kecilnya membeli makanan seadanya, dan makan bersama-sama. Meskipun hanya sebungkus nasi dan lauk pauk seadanya tapi sungguh terasa nikmat bila disantap bersama-sama.

***
Tidak puas sebagai pengamen, dia pun melamar menjadi pelayan sebuah warung makan tradisional. Dari koki warung makan tersebut, Bayu memperoleh banyak ilmu, tak hanya ilmu memasak tetapi juga ilmu agama. Pak Warman, nama dari koki tersebut.
Bila Bayu memiliki uang lebih, dia suka mencoba untuk memasak makanan ala Pak Warman, dan menyuruh Ehsan, Rahmat, dan Dodi untuk mecoba hasil masakannya. Ketiga anak kecil tersebut selalu mengacungkan jempol setelah mencoba masakan Bayu.

***
Bayu duduk terdiam di halaman masjid, Al-Qur’an kecilnya dimasukan ke saku baju. Bayu terlihat asik memandang langit yang dihiasi arakan awan yang putih. Semenjak akrab dengan Pak Warman, Bayu terlihat lebih religius. Setidaknya dia jadi lebih rajin shalat berjama’ah di mesjid, tak lupa dia mengajak Rahmat, Ehsan, dan Dodi untuk ikut shalat berjama’ah.
Bayu tak menyadari ada dua yang berbisik-bisik di dekatnya. Namun, lama-lama Bayu menyadari ada orang yang memperhatikannya terus dari tadi. Dia segera keluar dari masjid tersebut. Namun dua orang itu tetap mengikutinya. Perasaan Bayu menjadi tidak enak, akhirnya dia pun berlari.

 
2 Comments

Posted by on January 26, 2010 in cerpen

 

2 responses to “CERPEN: SENJA DI MATA BAYU I

  1. kamal

    October 4, 2010 at 7:07 am

    terus lah berkarya dunk. kalo ga keberatan w mau belajar bikin blog…….

     
    • trisma oktavia

      October 16, 2010 at 12:09 am

      makasih ya udah berkunjung ke blog saya.. 😀

       

Leave a comment